Selasa, 20 Juli 2010

Sepetik Balada Anak RW

Yeah, tahun ini si bapak jadi Ketua RW di kampung setelah mengumpulkan dukungan sms terbanyak dari seluruh masyarakat Indonesia. Entah ini berita menyenangkan atau malah jadi sebaliknya.

Lucunya begini, suatu malam aku nganterin Yuko (nama sebenarnya) pulang les ke rumahnya yang berada di penjuru Kota Solo yang lain. Ini percakapan kita, aku dan Yuko, dalam bahasa Jawa, mohon maaf enggak ditranslate dalam bahasa Indonesia biar tidak mengurangi orisinilitasnya.

Aku : Mamahmu endi? Aku meh pamit.

Yuko : Rasah pamit. Mbokku renek og. Lagi neng kelurahan.

Aku : Weh, bapakku yo lagi enek acara neng kelurahan i. Ngopo mbokmu?

Yuko : Tak andani ya, mbokku i kepilih dadi ketua RW.

Aku : Heh! Bapakku iyo len.

Berpandang-pandangan *musik horor mengalun merdu*

Both of us : Apa?!! Nggapleki! Jangan bercanda! Kamu bohong kan?? Ini nggak mungkin terjadi! Maumu apa sih? Kenapa bisa begini? Mhuahahaha bodoh!

Ini suatu kebetulan yang jarang terjadi kan? Aku dan Yuko sudah sahabatan sejak kelas dua SMA dan sekarang umur kita... ehm ya katakan saja 17 tahun lebih dikit. Boleh dikatakan kita ini sahabatan sekaligus kriminal yang sama-sama punya pikiran bodoh kalau ketemu satu sama lain. Dan kenapa mesti kebetulan ini yang mesti terjadi ha? Bapak aku dan mamahnya dia sama-sama terpilih pada pilkaRW periode ini. Sumpah, membayangkannya saja pun nggak pernah. Dan waktu terjadi, kita sepakat menganggap ini kebetulan bodoh semata.

Dan kehidupan sebagai anak RW pun dimulai. Rumah jadi laris manis kebanjiran tamu dari warga 3 RT yang pengen mendapatkan tanda tangan sang Ketua RW. Gila, bokap gue berasa jadi artis dadakan. Padahal yang ditandatangani juga selembar kertas berjudul Surat Pengantar! Pas awal-awal dulu, yang sering terjadi adalah banyak orang datang ketika si bapak belum pulang kerja.

Tamu : Ini rumahnya Pak RW? Pak RWnya ada, Mbak? Mau minta tanda tangan nih.

Aku : Oo, bapak belum pulang. Ini suratnya ditinggal dulu aja Mas/Mbak. Nanti sore diambil lagi. Atau besok pagi, tapi kalau pagi sebelum jam setengah 7 ya.

Kenapa sebelum setengah 7? Karena pas jam itu bonyok belum cabut dari rumah. Dan setelah jam itu, si penghuni rumah yang tersisa alias saya sendiri biasanya menghabiskan waktu paginya dengan molor *maklum di umur segini lagi bingung-bingungnya bedain siang dan malam*

Soalnya pernah kejadian begini. Kira-kira jam 8 pagi ada orang gedor-gedor pintu rumah sambil teriak-teriak ‘kulonuwun’ entah yang keberapa kalinya sampai membangunkan kebo betina yang lagi tidur ini. Sengaja nggak aku bukain pintunya biar yang di luar ngira emang lagi nggak ada orang di rumah. Tapi ternyata si unknown guest ini kekeuh gedor-gedor pintu. Akhirnya karena kasihan dan takut kalau pintu rumah roboh aku bangun dari kasur dan merapikan muka seadanya trus bukain pintu. Nggak peduli si tamu ngira ‘ih ini mbak-mbak parah banget, pasti lagi bangun tidur’, sumpah nggak peduli, eh anu, berusaha nggak peduli tepatnya *sambil nahan malu dengan muka bantal* dan...

Tamu : Pak RWnya ada, Mbak?

Aku : Bapak lagi kerja.

Tuh kaaan, si unknown guest ini akhirnya aku kasih tahu kalau jam segini si bapak lagi pergi kerja. Dia pun pulang dengan tangan hampa. Dan aku mangkel karena terbangun. Mangkel karena ini ini orang nggak tahu kalau jam segini tuh si bapak mesti kerja banting tulang buat menghidupi keluarga. Lebih mangkel lagi karena malu ketahuan anak gadis jam segini baru bangun tidur. Gimana jadinya kalau besok tiba-tiba ada gosip beredar di kampung dengan taglineAnak Gadis Ketua RW yang Baru Bukan Figur yang Pantas Ditiru” OH NO! Muka si bapak mau ditaruh di mana? Kalau muka saya sih ... terlanjur enggak punya muka ini *ketawa maksa*. Abis itu aku buru-buru mengetik sms ke nomer Yuko, ‘KO, PERANKU SEBAGAI GADIS RW SEPERTINYA SEDIKIT MEMBEBANIKU’. Send.

Sejak itu seharusnya aku bisa mengambil pelajaran, JAGALAH NAMA BAIK PAK RW dengan menyadari bahwa nggak baik seorang gadis menghabiskan waktu paginya dengan tidur. Tapi itu susah sekali sodara-sodari T.T karena lifestyle ini terlanjur melekat mendarah daging melawan norma, jadinya : bengi melek, awan merem! Any idea to solve it?


Ini poto papan penanda rumah Ketua RW, dan sudah berbulan-bulan teronggok tak berdaya sejak dipindahkan dari rumah Ketua RW yang lama.

“Pak, kenapa enggak dipasang?” tanyaku.

“Biar orang-orang dari RT sebelah bingung nyariin yang mana rumah Ketua RWnya,” jawab si bapak.

“Gue suka gaya loe, Pak!” gumamku sendu.

2 komentar:

  1. hahahaha,,
    ngakak gue bacanya da,,,huhuhu

    pengalaman hampir sma,,
    tapi,,gue cuma jadi anak pak RT,,heemm,, 1 kasta di bawah elu nih,, -.-"

    BalasHapus
  2. hahaha capek gyk nerima tamu pd minta tanda tangan bokap, kalo minta tanda tanganku weh tak layani full service hahaha

    BalasHapus